HMI Desak Pengesahan RUU PPRT, DPRD Jember Sepakat

Pimpinan sementara DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, secara resmi menyatakan dukungannya terhadap tuntutan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkait Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), pada Senin (7/10/2024).

Dukungan ini ditandatangani oleh Ahmad Halim dari Gerindra dan Fuad Ahsan dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Penandatanganan tersebut turut disaksikan oleh sejumlah calon anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember.

Dalam taklimat kebijakan yang disusun oleh HMI Komisariat Hukum dan Korps HMI-Wati Universitas Jember, DPRD Kabupaten Jember mendukung empat rekomendasi utama.

Pertama, mendesak agar RUU PPRT segera disahkan. Mereka menekankan bahwa pemerintah dan DPR perlu segera merampungkan undang-undang ini guna memberikan perlindungan hukum yang kuat dan jelas bagi pekerja rumah tangga.

Kedua, pentingnya meningkatkan kesadaran publik. Edukasi kepada masyarakat dinilai perlu dilakukan untuk mengubah pandangan terhadap pekerja rumah tangga dan menekankan urgensi perlindungan hukum bagi mereka.

Ketiga, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat. Setelah RUU disahkan, mekanisme pengawasan dan penegakan hukum harus dipastikan berjalan efektif guna mencegah pelanggaran hak pekerja rumah tangga.

Keempat, menyediakan layanan dukungan bagi pekerja rumah tangga.

Pemerintah harus menyediakan berbagai bentuk dukungan, seperti bantuan hukum, pelatihan keterampilan, serta program reintegrasi sosial bagi PRT yang menjadi korban kekerasan atau pelanggaran hak.

Ketua HMI Komisariat Hukum Universitas Jember, Nadif Rahmansyah, menjelaskan bahwa RUU ini pertama kali diusulkan oleh Jala PRT pada tahun 2004.

Namun, baru pada tahun 2023, RUU tersebut masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional DPR RI untuk periode 2024-2029.

Meski demikian, Nadif menekankan bahwa belum ada komitmen dari DPR RI untuk segera menyelesaikan pengesahan RUU PPRT.

Berdasarkan riset yang mereka lakukan, banyak pekerja rumah tangga di Jember yang masih mengalami berbagai bentuk ketidakadilan, seperti kekerasan, jam kerja yang berlebihan, hingga minimnya perlindungan hukum.

Ketua Kohati Komisariat Hukum Universitas Jember, Hani Hilmiah Fairuzah, menyampaikan bahwa RUU PPRT kerap kali gagal disahkan.

Ia menyoroti adanya fraksi yang menolak pengesahan, meskipun RUU ini menawarkan perlindungan yang jelas bagi pekerja rumah tangga.

Hani juga menjelaskan bahwa pekerja rumah tangga tidak diakui sebagai buruh dalam UU Tenaga Kerja, sehingga perlindungan khusus melalui UU PPRT sangat diperlukan. Ia berharap DPRD Jember dapat menyampaikan aspirasi ini ke tingkat nasional.

Jumlah pekerja rumah tangga di Jember sendiri mencapai 2.637 orang, dengan mayoritas dari mereka adalah perempuan. Sebagian besar dari mereka juga menjadi tulang punggung keluarga, selain menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga.

Berita HMI lainnya: HMI Bengkalis Suarakan Keluhan Layanan Feri dan Abrasi ke Pjs Bupati

Hasil penelitian HMI menemukan bahwa para pekerja rumah tangga di Jember mengalami berbagai bentuk diskriminasi dalam kondisi kerja, seperti gaji rendah.

Dalam wawancara dengan 15 pekerja rumah tangga, beberapa di antaranya hanya mendapatkan upah sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 120 ribu per bulan.

Salah satu pekerja, seorang perempuan berusia 53 tahun, hanya mendapat gaji Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu dengan jam kerja yang tidak menentu, bahkan bisa aktif selama 24 jam di rumah majikannya.

Selain itu, pekerja rumah tangga tidak mendapatkan jaminan sosial, kesehatan, atau bantuan lainnya.

Perlindungan semacam itu, menurut Hani, sangat bergantung pada inisiatif majikan karena belum ada regulasi yang mengatur secara tegas.

Ahmad Halim menegaskan bahwa pekerja rumah tangga perlu mendapatkan kepastian hukum.

Ia berkomitmen untuk mendorong inisiatif yang disampaikan HMI agar diusulkan di DPR RI, serta mengangkat permasalahan lokal yang terjadi di daerah.

Sunarsi Khoris dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa turut mendukung penyampaian aspirasi RUU PPRT ini.

Menurutnya, perlindungan bagi pekerja perempuan harus menjadi prioritas utama, terutama karena perempuan kerap kali lebih rentan dalam urusan ekonomi.

Berita HMI lainnya: Aktivis HMI Ambon Tolak Kunjungan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia

Leave a Comment