Lembaga penyelenggara Pemilu di Indonesia terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurut Ketua Bidang Politik Demokrasi Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Bambang Irawan, keberadaan ketiga lembaga tersebut tidak dianggap efektif untuk berfungsi sebagai lembaga permanen yang berdiri sendiri, terutama mengingat besarnya anggaran yang digunakan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan dana mencapai Rp71,3 triliun untuk Pemilu 2024.
Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 57,3 persen dibandingkan dengan anggaran Pemilu serentak pada 2019, yang mencapai Rp45,3 triliun.
Sementara itu, anggaran untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga mengalami kenaikan untuk tahun 2025, dengan persentase yang cukup signifikan.
Anggaran DKPP untuk tahun 2024 adalah Rp67,5 miliar, dan meningkat menjadi Rp89,2 miliar pada tahun 2025, atau naik sebesar 32,19 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali periode pemilihan umum, alokasi anggaran untuk penyelenggara pemilu meningkat secara signifikan.
Menurut Bambang, sebaiknya dana sebesar itu digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
“Partisipasi pemilih pada setiap pemilu terus menurun, yang jelas ini menjadi catatan negatif bagi penyelenggara pemilu,” tambahnya.
Lebih jauh, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI pada 10 Juni 2024, DPR mencatat adanya pemborosan anggaran oleh KPU.
Berita HMI lainnya: Rumah Kader HMI Sibolga Dibakar OTK, Badko HMI Desak Polisi Bertindak
Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah anggaran mobil dinas dan rumah untuk komisioner KPU yang dinilai berlebihan.
Dari evaluasi yang dilakukan, jawaban yang diberikan KPU dan Bawaslu terkesan normatif dan belum memuaskan.
“Kami melihat ini sebagai indikasi kuat bahwa KPU sering berfoya-foya dengan anggaran yang diberikan, di tengah banyaknya masyarakat yang merasakan kesulitan dan kemiskinan.
Sementara lembaga penyelenggara pemilu menghabiskan anggaran dengan cara yang tidak efektif,” tegas Bambang.
Pada tahun 2025, alokasi anggaran untuk KPU mencapai Rp3 triliun.
Bambang berpendapat bahwa pemerintah seharusnya tidak memberikan dana sebesar itu kepada lembaga negara yang hanya berfungsi saat pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, yang dirasa tidak akan berlangsung lagi pada tahun 2025.
Oleh karena itu, Bambang mengusulkan agar ketiga lembaga penyelenggara pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP, dinonaktifkan setelah pemilihan kepala daerah serentak 2024.
Ia menilai bahwa anggaran yang begitu besar dan tidak adanya kegiatan yang dianggap krusial sebaiknya menjadikan ketiga lembaga tersebut berstatus ad-hoc, dan dananya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik yang lebih tepat sasaran dan efisien.
Berita HMI lainnya: HMI FIK UNM dan Karang Taruna Bahas Netralitas ASN di Pilkada 2024