iklan banner 500x500

PB HMI Gelar Simposium Bahas Peta Jalan Indonesia Emas

banner 770 x 130

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa baru saja menyelenggarakan simposium nasional dengan tema “Peta Jalan Indonesia Emas: Memperkuat Demokrasi, Pembangunan, dan Kesejahteraan”.

Kegiatan ini menghadirkan dua Keynote Speaker, yakni Dr. Fachry Ali dan Prof. H. Emil Salim.

Selain itu, beberapa narasumber yang diundang meliputi Tauhid Ahmad, Refly Harun, Chusnul Mariyah, Prof. Eko Priyo Purnomo, Ujang Komaruddin, Daud Yordan, Taufiqurokhman, serta Raziv Barokah.

Dalam paparannya, Fachry Ali menyoroti bahwa kebijakan moneter dan fiskal dalam pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh subjektivitas Presiden.

“Selain adanya pengaruh kekuatan politik (hard power) seperti partai politik dan kelompok kepentingan, pengaruh soft power dari intelektual dan teknokrat, termasuk HMI, juga memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan ekonomi di masa depan,” jelasnya, seperti dikutip pada Kamis (17/10).

Sementara itu, Prof. Emil Salim menggarisbawahi pentingnya peran cendekiawan muslim dalam menggunakan rasio dan akal dalam menghadapi masalah-masalah kompleks yang dihadapi bangsa.

“Permasalahan seperti perubahan iklim, berkurangnya sumber daya alam, dan kelesuan ekonomi membutuhkan pendekatan ilmiah, bukan hanya ibadah formalistik,” jelas Emil Salim.

Ketua Bidang Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Desa PB HMI, Maryadi Sirat, mengungkapkan bahwa simposium ini dirancang sebagai forum diskusi yang inklusif, kritis, dan konstruktif untuk mengevaluasi pemerintahan.

Tujuannya adalah memberikan kritik yang membangun serta solusi yang konkret.

“Pembahasan bersama para narasumber sangat diperlukan guna mencari solusi praktis dan memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat,” kata Maryadi.

Maryadi juga menyoroti berbagai permasalahan krusial terkait tujuan bernegara.

“Salah satu isu utama yang muncul adalah disorientasi dalam mencapai tujuan bernegara, yang disebabkan oleh praktik nepotisme serta partai politik yang belum sepenuhnya demokratis. Akibatnya, hukum yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung malah berubah menjadi alat yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,” lanjut mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia ini.

Selain itu, Maryadi menjelaskan bahwa otonomi daerah menghadapi tantangan besar terkait ketidakseimbangan kewenangan dan keuangan antara pusat dan daerah.

Hal ini, menurutnya, membuat banyak daerah masih sangat bergantung pada pemerintah pusat, sehingga sulit mencapai kemandirian yang diinginkan. Dalam aspek ekonomi, kurangnya penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) akan berdampak negatif terhadap pembangunan di berbagai sektor.

Simposium ini juga menekankan pentingnya pendidikan politik yang komprehensif untuk memperkuat demokrasi.

Berita HMI lainnya: Pelantikan HMI Komisariat Dakwah IAIN Pontianak

“Kami juga menyoroti potensi penyalahgunaan big data oleh aparat hukum atau pejabat pemerintah untuk mempengaruhi opini publik,” tambahnya.

Maryadi juga menekankan bahwa Indonesia saat ini berada di momen transisi pemerintahan yang penting, sehingga perlu diawasi dengan ketat, terutama oleh mahasiswa yang merupakan pilar demokrasi.

“Beberapa masalah seperti lemahnya penegakan hukum, lambannya pemerintah dalam merespons kritik publik, serta minimnya partisipasi generasi muda dalam memperbaiki keadaan menjadi isu yang harus dikaji secara mendalam,” jelasnya.

Simposium ini menyimpulkan beberapa rekomendasi strategis untuk perbaikan kondisi negara.

Pertama, diperlukan perbaikan kaderisasi dan budaya politik yang sehat berdasarkan demokrasi dan meritokrasi, mulai dari kampus hingga tingkat nasional.

Kedua, pentingnya pengawasan berbasis masyarakat sipil, dengan keterlibatan akademisi, untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas politik dan hukum.

Ketiga, memperkuat pengawasan pemerintahan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan teknologi agar Indonesia dapat bersaing di era digital.

Keempat, menyarankan adanya perwakilan di MPR sebagai solusi untuk kelemahan demokrasi langsung, serta pengendalian sistem digital dan kebijakan afirmatif untuk akses ekonomi, reindustrialisasi, dan penguatan UMKM.

Kelima, percepatan transisi energi hijau dan regulasi anti-monopoli diusulkan untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi yang lebih merata.

Berita HMI lainnya: Kapolda Malut Terima Kunjungan Silaturahmi HMI

banner 770 x 130

Leave a Comment