Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM) terhadap pacarnya memicu reaksi keras dari berbagai kalangan.
Salah satu respon keras datang dari organisasi kemahasiswaan di kampus tersebut.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum UTM, Malik Fahat, menjelaskan bahwa pada Sabtu, 22 September 2024, beredar sebuah video yang menunjukkan seorang pemuda asal Gresik, mahasiswa Teknik Industri, melakukan kekerasan terhadap kekasihnya yang juga berstatus mahasiswa di fakultas yang sama.
Dalam rekaman video tersebut, terlihat jelas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, mulai dari pukulan, tendangan, memiting leher korban, hingga menginjak tubuhnya dengan kasar.
Berdasarkan keterangan dari korban, kekerasan ini bukanlah kali pertama terjadi.
Sejak April 2024, pelaku sudah melakukan penganiayaan sebanyak empat kali, dengan alasan yang dianggap sepele, yakni kurangnya intensitas komunikasi antara keduanya.
“Pelaku memiliki sifat yang mudah terpancing emosi dan bersikap temperamental, sehingga kerap melakukan kekerasan,” ujar Malik Fahat.
Menurut laporan dari Tim Satgas PPKS UTM, korban mengalami sejumlah luka lebam di kedua tangannya serta terdapat bekas cakaran di bagian belakang lehernya.
Dari sudut pandang hukum, tindakan yang dilakukan oleh pelaku dapat dikategorikan sebagai penganiayaan.
Berita HMI lainnya: Pj Bupati Erisman Yahya Sambut Kunjungan HMI Indragiri Hilir
Dalam yurisprudensi, penganiayaan merupakan tindakan yang disengaja dan menimbulkan rasa tidak nyaman, sakit, dan luka.
“R. Soesilo mendefinisikan penganiayaan sebagai segala tindakan yang menimbulkan rasa sakit, seperti mencubit, menendang, memukul, dan menempeleng,” jelas Malik Fahat.
Dengan demikian, tindakan pelaku jelas merupakan penganiayaan yang dapat dijerat dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.
Atas peristiwa ini, HMI Komisariat Hukum UTM secara tegas mengutuk dan mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku.
Menurut Malik Fahat, tidak ada tempat untuk kekerasan dalam bentuk apapun, terlebih di lingkungan akademis.
Mahasiswa, sebagai individu yang berpendidikan, tidak pantas melakukan tindakan kekerasan seperti itu, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai etis dan dapat merusak citra mahasiswa.
“Mahasiswa seharusnya menjunjung tinggi nilai RAKUSO (Rasional, Analitis, Kritis, Universal, Sistematis, dan Objektif), dan kekerasan jelas sangat bertentangan dengan konsep tersebut,” tambahnya.
Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat, terutama kalangan muda, untuk lebih bijak dalam menjalani hubungan asmara.
“Kekerasan tidak pernah menjadi solusi, dan komunikasi yang baik adalah kunci utama dalam menjaga hubungan yang sehat,” tutupnya.
Berita HMI lainnya: HMI FIS UIN Sumut Gelar Renungan Maulid Nabi dan Obrolan Inspiratif