Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengadakan demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada Jumat (23/8/2024). Aksi ini disebut ‘Jihad Konstitusi Jilid II’ dan bertujuan mendesak KPU untuk segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) secara penuh dan tanpa kompromi.
Demonstrasi ini dipimpin oleh Abdul Hakim El sebagai Ketua Bidang PTKP PB HMI, serta Yusuf Sugiarto sebagai Koordinator Lapangan. Massa aksi memulai perjalanan dari Sekretariat PB HMI pada pukul 13.00 WIB dan bergerak menuju Gedung KPU RI di Jakarta Pusat. Dengan semangat dan disiplin, mereka menyuarakan tuntutan agar KPU menjalankan tugasnya sesuai amanat konstitusi, bebas dari tekanan politik.
Yusuf Sugiarto, sebagai koordinator lapangan, menyatakan bahwa KPU memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dilaksanakan sepenuhnya. Ia menekankan bahwa aksi ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam terhadap situasi politik di mana putusan MK seringkali diabaikan atau dilaksanakan setengah hati.
HMI prihatin terhadap ketidakpatuhan lembaga negara terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Sejak didirikan, keputusan MK seharusnya menjadi pedoman mutlak dalam pelaksanaan berbagai regulasi, termasuk syarat pencalonan kepala daerah. Khususnya, Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024 mendapat perhatian, karena dianggap sebagai langkah maju dalam memperkuat demokrasi elektoral di Indonesia.
Namun, langkah kontroversial oleh DPR RI dan Pemerintah dalam merevisi UU Pilkada pada 21 Agustus 2024, yang dinilai mengesampingkan putusan MK, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pembangkangan konstitusional. HMI melihat ini sebagai upaya untuk melemahkan demokrasi dan memperkuat dominasi kekuasaan tertentu dalam Pilkada Serentak 2024, terutama di wilayah strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Setelah diskusi intensif selama aksi, HMI mencapai kesepakatan penting dengan Ketua KPU RI, Mochamad Afifuddin. Kesepakatan ini mencakup komitmen dari HMI untuk terus mengawal proses ini dan siap kembali turun ke jalan jika KPU RI atau pemerintah mencoba mengabaikan kesepakatan tersebut.
HMI menegaskan bahwa supremasi hukum adalah pilar utama dalam menjaga demokrasi di Indonesia. Mereka mengecam keras langkah DPR RI dan pemerintah dalam merevisi UU Pilkada yang dianggap tidak memperhatikan putusan MK. Menurut HMI, tindakan ini merupakan bentuk “constitutional disobedience” atau pembangkangan terhadap konstitusi, yang jika dibiarkan, dapat merusak demokrasi dan hukum di Indonesia.
HMI juga menyerukan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar sesuai dengan putusan MK dan tidak dikotori oleh kepentingan politik tertentu. Mereka meminta aparat penegak hukum bertindak humanis dan tidak represif terhadap massa yang menyuarakan hak-hak konstitusional mereka.
Aksi ‘Jihad Konstitusi Jilid II’ ini tidak hanya sekadar protes mahasiswa, tetapi merupakan pengingat penting bahwa supremasi hukum harus menjadi pedoman utama dalam kebijakan publik. Keteguhan HMI dalam mengawal putusan MK menunjukkan komitmen mereka terhadap integritas demokrasi di Indonesia. Kesepakatan dengan KPU RI ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk memperkuat demokrasi, meskipun tantangan besar masih menanti untuk memastikan bahwa kesepakatan ini benar-benar diterapkan dalam setiap tahap pemilu mendatang.